1. Perbandingan CyberLaw
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal
dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang
berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan
memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai "online"
dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law juga didefinisikan sebagai
kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang berbagai aktivitas
manusia di cyberspace (dengan memanfaatkan teknologi informasi).
Ruang lingkup dari Cyber Law meliputi hak cipta, merek
dagang, fitnah/penistaan, hacking, virus, akses Ilegal, privasi, kewajiban
pidana, isu prosedural (Yurisdiksi, Investigasi, Bukti, dll), kontrak
elektronik, pornografi, perampokan, perlindungankonsumen dan lain-lain.
1) Cyber Law Di Indonesia
Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk
mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber
Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE).
Di berlakukannya undang-undang ini, membuat
oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak
sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang
muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah
asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana
aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian
orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit yang mendukung
undang-undang ini.
Dibandingkan dengan negara-negara di atas, indonesia
termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan undang-undang ite. Secara
garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
- Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas
- Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
- UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
- Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
- Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
- Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan
- Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan
- Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
- Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
- Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
- Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS)
- Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?)
2) Cyber Law Di Malaysia
Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat
di kronologis ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama
yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk
memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik
(bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Computer
Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup
akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan
berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw
berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini
praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari
lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti
konferensi video. Berikut pada adalah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia
1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk
mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia
industri. The Malaysia Komunikasi dan Undang-Undang Komisi Multimedia 1998
kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan
Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi
pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
Departemen Energi, Komunikasi dan Multimedia sedang
dalam proses penyusunan baru undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi
untuk mengatur pengumpulan, kepemilikan, pengolahan dan penggunaan data pribadi
oleh organisasi apapun untuk memberikan perlindungan untuk data pribadi
seseorang dan dengan demikian melindungi hak-hak privasinya. Ini to-be-undang
yang berlaku didasarkan pada sembilan prinsip-prinsip perlindungan data yaitu :
·
Cara
pengumpulan data pribadi
·
Tujuan
pengumpulan data pribadi
·
Penggunaan
data pribadi
·
Pengungkapan
data pribadi
·
Akurasi dari
data pribadi
·
Jangka waktu
penyimpanan data pribadi
·
Akses ke dan
koreksi data pribadi
·
Keamanan
data pribadi
·
Informasi
yang tersedia secara umum.
Cyber Law di
Malaysia, antara lain:
·
Digital
Signature Act
·
Computer
Crimes Act
·
Communications
and Multimedia Act
·
Telemedicine
Act
·
Copyright
Amendment Act
·
Personal
Data Protection Legislation (Proposed)
·
Internal
security Act (ISA)
·
Films
censorship Act
3) Cyber Law Di Singapura
Beberapa cyberlaw di Singapura adalah The Electronic Act (UU Elektrinik)
1998 danElectronic Communication Privacy Act (UU Privasi Komunikasi Elektronik)
1996. The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk
menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan
elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan
Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi
di Singapura. UU ini dibuat dengan tujuan:
Memudahkan
komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
·
Memudahkan
perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik
yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk
mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis
diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
·
Memudahkan
penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
·
Meminimalkan
timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja
dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
·
Membantu
menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas
dari arsip elektronik.
·
Mempromosikan
kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan
elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan
elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin
keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Cyber Law di
Singapura, antara lain:
·
Electronic
Transaction Act
·
IPR Act
·
Computer
Misuse Act
·
Broadcasting
Authority Act
·
Public
Entertainment Act
·
Banking Act
·
Internet
Code of Practice
·
Evidence Act
(Amendment)
·
Unfair
Contract Terms Act
4) Cyber Law Di Amerika
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan
Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA diadopsi oleh National
Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL) pada tahun 1999.
Secara lengkap Cyber Law di Amerika adalah sebagai berikut :
– Electronic Signatures in Global and National
Commerce Act
– Uniform Electronic Transaction Act
– Uniform Computer Information Transaction Act
– Government Paperwork Elimination Act
– Electronic Communication Privacy Act
– Privacy Protection Act
– Fair Credit Reporting Act
– Right to Financial Privacy Act
– Computer Fraud and Abuse Act
– Anti-cyber squatting consumer protection Act
– Child online protection Act
– Children's online privacy protection Act
– Economic espionage Act
– "No Electronic Theft" Act
2. Computer Crime Act (Malaysia)
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan
Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur
bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang
dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah
dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan
dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital),
serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di negara Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang
kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk
kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak
langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk
mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses
komunikasi terjadi.
3. Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa
Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan
yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan
kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik
investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional. Council of Europe
Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi
(RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime ini juga
terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan
kerangka kerja bagi kerjasama internasional dalam bidang ini. Konvensi ini
merupakan perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat
internet dan jaringan komputer lainnya, terutama yang berhubungan dengan
pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi
anak dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian
kekuatan dan prosedur seperti pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah.
Tujuan utama adanya konvensi ini adalah untuk membuat
kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap
Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan
penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional.
Selain itu konvensi ini bertujuan terutama untuk:
1) harmonisasi unsur-unsur hukum
domestik pidana substantif dari pelanggaran dan ketentuan yang terhubung di
bidang kejahatan cyber.
2) menyediakan form untuk kekuatan
hukum domestik acara pidana yang diperlukan untuk investigasi dan penuntutan
tindak pidana tersebut, serta pelanggaran lainnya yang dilakukan dengan
menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya dengan bentuk elektronik
3) mendirikan cepat dan efektif
rezim kerjasama internasional.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar